Otonomi Daerah
Dengan lahirnya pemerintah baru dengan cabinet persatuan nasional,masalah otonomi daerah semakin mendapat perhatian; khususnya dengan dibentuknya kementrian Negara Urusan Otonomi Daerah.seperti teah di sebutkan di atas bahwa sejak tahun 1980-an dengan menurunnya penerimaan minyak dan gas bumi dalam anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) telah timbul kemauan untuk meningkatkan otonomi daerah.pemerintah daerah di dorong untuk meningkatkan kemauan untuk meningkatkan kemampuannya dalam mengumpulkan pendapatan asli daerah (PAD)dengan maksud agar subsidi dari pemerintah pusat dapat dikurangi dan mengurangi beban APBN.
2.2 Sistem Desentralisasi (Otonomi Daerah)
Untuk merealisasikan keinginan desentralisasi guna mengurangi ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat tersebut,pada tahun 1997 telah lahir undang-undang Republik Indonesia No.18/1997 tentang Pajak Daerah dan retribusi daerah,disusul dengan lahirnya peraturan pemerintah untuk pelaksanaannya yaitu peraturan pemerintah No.19/1997 tentang Pajak Daerah,peraturan pemerintah No.21/1997 tentang Pajak Bahan Bakar kendaraan bermotor.
Dalam undang-undang Republik Indonesia No. 22 tahun 1999 bab VIII, Pasal 78 dinyatakan bahwa penyelenggaraan tugas pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) dibiayai dari dan ata beban anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBN) sedangkan penyelenggaraan tugas pemerintah (pusat) di daerah dibiayai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN).
Dalam undang-undang No. 22 Tahun 1999 bahwa sumber pendapatan Daerah terdiri dari : a) pendapatan asli daerah yang berasal dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, b) dana perimbangan, c) pinjaman daerah, d) dan lain-lain pendapatan daerah yanh sah.
Selanjutnya yang dimaksud dengan daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum dengan batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Kemudian yang dimaksud dengan Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, adapun yang menjadi tujuan pengembangan otonomi daerah adalah : a) memberdayakan mayarakat. b) menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas c) meningkatkan peran serta masyarakat dan d) mengembangkan peran dan fungsi dewan perwakilan rakyat daerah.
Untuk pemahaman sistem pemerintahan perlu dipahami perbedaan pengertian antara desentralisasi dan dekonsentrasi. Desentralisasi diartikan sebagai pengembangan otonomi daerah; sedangkan dekonsentrasi diartikan sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom yaitu pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dan perangkap pusat di daerah.
Dalam kaitannya dengan sistem desentralisasi dan dekonsentrasi dikembangkan pula sistem keuangan daerah yang mendukung yaitu : 1) penyelenggaraan tugas pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat dibiayai atas beban APBD, dan 2) penyelenggaraan tugas pemeritah pusat di daerah dibiayai atas beban APBN.
2.3 Keuntungan Dari Sistem Otonomi Daerah
Sekeompok orang percaya bahwa pemerintah daerah akan bekerja lebih efisien dari pada pemerintah pusat, sedangkan kelompok lainya lagi percaya terhadap sebaliknya. Dalam teori keuangan Negara dan berbagai pembicaraan mengenai peranan pemerintah dalam pereokonomian pemerintah, telah sering disinggung bahwa barang public dan eksternalitas akan lebih baik dikelola oleh pemerintah.
Demikian pula terdapat ekternalitas yang sifatnya local seperti pencemaran terhadap sumber daya, air sungai atau danau tertentu yang dampaknya lebih dirasakan oleh masyarakat atau lingkungan yang terdekat yang menggunakan sungai atau dana tersebut. Adapula masyarakat yang lebih menghendaki adanya sekolah pemerintah yang bagus untuk pendidikan anak-anak mereka kebutuhan masyarakat yang berbeda-beda itu akan dapat dipenuhi dengan lebih baik dan efisien oleh pemerintah daeran dan bukan oleh pemerintah pusat.
Selanjutnya dalam Negara dimana terdapat mobilitas penduduk yang tinggi akan dimungkinkan adanya perpindahan penduduk sehingga penduduk menjadi homogen kenginanya. Sedangkan bagi daerah yang memiliki lenbaga pendidikan sekolah atau universitas yang baik akan dihuni oleh para orang tua yang memiliki anak-anak usia sekolah yang sedang memerlukan pendidikan.
Keuntungan yang lain dengan adanya sistem otonomi daerah adalah bahwa pemerintah daerah akan lebih tanggap terhadap kebutuhan masyarakat sendiri, proses politik dalam masyarakat yang lebih sempit akan lebih cepat dan lebih efisien dari pada dalam masyarakat yang luas, dengan otonomi daerah akan lebih banyak eksperimen dan inovasi dalam bidang administrasi dan ekonomi yang dapat dilakukan karena banyak pemerintah daerah yang sifatnya otonom.
Sebagai suatu kesimpulan dapat dinyatakan bahwa dengan sistem otonomi daerah masyarakat dapat menyediakan jasa pelayanan yang berbeda-beda dengan tingkatan yang berbeda pula, yang sesuai dengan prefensi masyarakat yang bersangkutan, penduduk akan bebas berpindah tempat tinggal ke daerah yang sesuai keinginannya.
2.4 Kerugiaan sistem otonomi daerah
Dalam hal-hal tertentu pemerintah daerah akan kunasional seperti efektif dan efisien dalam mengatasi permasalahan yang ada. Sebagai misal bila pemerintah daerah diminta untuk menyediakan barang publik masalah nasional seperti pertahanan dan keamanan nasional, masalah pemerataan penghasilan (redistribusi penghasilan) dan pemecahan masalah ekonomi makro, tentu hasilnya tidak akan memuaskan.
Kerugian sistem otonomi daerah :
a). Dalam hal pertahanan dan keamanan apabila hal ini diserahkan kepada pemerintah daerah, memadai setiap daerah akan bertanggung jawab terhadap daerahnya masing-masing dalam menghadapi serangan dari luar. Apabila kita menjumlahkan semua usaha pertahankan masing-masing daerah tersebut pasti akan kurang memadai. Misalnya kalau suatu daerah misalnya DKI jakarta mengusahakan sebuah peluru kendali, manfaatnya tentu akan di nikmati oleh penduduk daerah lain.
b). Dalam hal redistribusi pendapatan, pemerintah daerah juga tidak akan efisien dalam mengusahakannya. Redistribusi pendapatan biasanya di tempuh dengan memngenakan pajak pada kelompok kaya dengan memberikan subsidi kepada kelompok berpenghasilan rendah.
c). Dalam kaitannya dengan tujuan ekonomi makro, jelas pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakannya, khususnya yang berkaitan dengan kebijakan moneter. pemerintah daerah tidak dapat menambah atau mengurangi jumlah uang beredar.
2.5 Struktur Pemerintah Di Indonesia
Pada dasarnya pemeritah indonesia telah bertekad untukmelimpahkan kewenangan pembangunan dan pengelolaan wilayah ditangan pemerintah daerah dan bertumpu pada pemerintah daerah kabupaten dan kota. Jadi undang – undang otonomi daerah itu mengupayakan pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan peran masyarakat dan menumbukan prakarsa dan pemerintah di daerah.
Sementara itu provinsi berkedudukan sebagai daerah otonom dan juga sebagai daerah administrasi dalam melaksanakan kewenangan pemerinah pusat yang didelegasikan kepada pemerintah propinsi. Hubungan antara daerah otonom propinsi dan daerah otonom kabupaten / kota tidak bersifat hirarkis, sehingga pemerintah propinsi tidak membawahkan pemerintah kabupaten/kota, namun dalam praktek penyelenggaraan pemerintah ada hubungan koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah daerah kabupaten / kota.
2.6 Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah
Anggaran merupakan suatu alat perencanaan mengenai pengeluaran dan penerimaan (pendapatan) dimasa yang akan datang, umumnya diusun untuk 1 tahun. Disamping itu anggaran merupakan alat control atau pengawasan terhadap baik pengeluaran maupun pendapatan dimasa yan akan datang sejak tahun 1967 rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) di Indonesia disusun dan diberakukan mulai tanggal 1 april sampai dengan tanggal 31 maret tahun berikutnya. Namun khususnya untuk tahun 2000 anggaran akan dimulai pada tanggal 1 april dan berahir tanggal 31 desember.
Dalam undang-undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1969 Bab VIII, Pasal 78 dinyatakan bahwa penyeleggaraan tugas pemerintah daerah dan Dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) dibiayai atas beban anggaran pendapatan daerah (APBD) sedangkan penyelenggaraan tugas pemerintah (Pusat) dibiayai dari beban anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN).
Dalam hal ini undang-undang No.22 Tahun 1999 juga sudah menyebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari : a) pendapatan asli daerah yang berasal dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah, hail perusahaan milik daerah, dan pendapatan asli daerah yang sah. b) dana perimbangan c) pinjaman daerah.
Anggaran pendapatan dan belanja daerah harus disiapkan oleh pemerintah daerah dan ditetapkan dengan peraturan daerah (PERDA) atas persetujuan DPRD, selambat-lambatnya 1 bulan setelah ditetapkan APBN. Perubahan APBD dimungkinkan dan di tetapkan dengan PERDA selambat-lambatnya 3 bulan sebelum Tahun anggaran berakhir.
2.7 RAPBD SAMPAI DENGAN 1999
Sejak tahu n Repelita I tahun 1967 sampai dengan pertengahan Repelita VI tahun 1999, Angaran pendapatn dan belanja Daerah di indonesia di susun menurut tahun anggaran yang di mulai pada tanggal 1 april sampai dengan tanggal 30 maret tahun berikutnya. Bentuk dari APBD tersebut sama dengan anggaran paa umumnya maupun anggaran belanja negara, hanya saja pos-pos oendapatn dan pengeluaran yang berbeda.
Seperti dengan anggaran pada umumnya, Anggaran pendapatan dan belanja Daerah (APBD) maupun Anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) selalu mempunyai dua sisi, yaitu sisi penerimaan atau pendapatan dan sisi pengeluaran . selanjutnya penerimaaan atau pendapatan dikelompokan menjadi penerimaan rutin dan penerimaan pembangunan, dan sisi pengeluaran juga dibedakan menjadi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.penerimaan rutin disebut dengan sebagai daerah penerimaan yang terdiri dari pos pendapatan asli daerah sendiri (PADS), bagi hasil pajak dan bukan hasil pajak, dan bagian dari sumbangan dan bantuan. Lebih rinci lagi yang dimaksud dengan PADS terdiri dari pajak daerah dan retribusi daerah, ditambah dengan keuntungan perusahaan daerah, serta penerimaan lain-lain yang sah biaya perijinan, hasil dari kekayaan daerah dan sebagainya.
Dalam hal penerimaan bagi hasil dapat berupa bagi hasil dari penerimaan pajak pemerintah pusat seperti dari PBB maupun dari pajak bahan bakar kendaraan bemotor, maupun bagi hasil dari pungutan kekayaan daerah seperti iuran hasil hutan. Selanjutnya bantuan dan ganjaran ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pemerintahan pusat atau pemerintah propinsi.
Disisi pengeluaran ada pengeluaran rutin terutama untuk gaji pegawai dan belanja barang disamping untuk pembiayaan DPRD dan kepala daerah. Disamping pengeluaran rutin terdapat pengeluaran pemnbangunan untuk sektor-sektor. Pos pembangunan sektoral yang menonjol adalah utuk sektor transportasi, lingkungan hidup dan pendidikan. Pos-pos pegeluaran sektoral lainnya rata-rata kurang dari Rp. 2 miliar.
2.8 Sumber Pendapatan Daerah
Dengan lahirnya pemerintah baru denga cabinet persatuan nasional, masalah otonomi daerah semakin mendapat perhatian khusus nya dengan dibentuknya kementrian Negara urusan otonomi daerah. Sejak tahun 1980an dengan menurunya penerimaan minyak dan gas bumi dalam anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) telah timbuk kemuan untuk meningkatkan otonomi daerah
Untuk merealisasikan keinginan tersebut oada tahu 1997 telah lahir undang-undang republic Indonesia No. 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah disusul dengan lahirnya peraturan pemerintah untuk pelaksaanany ayaitu peraturan pemerinyah No. 19 tahun 1997 tentang pajak daerah , peraturan pemerintah No.20 tahun 1997 tentang retribusi daerah , dan pereturan pemerintah No. 21 tahun 1997 tenteng pajk bahan bakar kendaraan bermotor .
Tekad pemerintah pusat untuk meninggakatkan peranan pemerintah daerah dalam menglola daerahnya sendiri dipertegas dgn lahirnya undang-undang otonomi daerah yg terdiri dari undang-undang repbuplik idonisia No.25 tentang perimbangan keuanan antara pemerintah pusat dan daerah .
UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah , khususnya pasal 7 , menegaskan bahwa wewenang daerah mencakup wewenang dalam bidang pemerintahan , kecuali bidang polotik luar negri , peradilan , moneter , viskal , agama , dan pembangunan ekonomi secara makro .
Dalam UU RI No. 22 tahun 1999 bab VIII , pasal 78 dinyatakan bahwa penyelengkaraan tugas pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah dibiayai dari dan atas beban APBD sedangkan penyelenggaran tugas pemerintan ( pusat ) di daerah di biayai dari dan atas beban APBN .
Demikian pula seperti telah du uraikan dalam UU No.22 tahun 1999 bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari :
A. A. pendapatan asli daerah yg berasal dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah , hasil perusahaan milik daerah adalah pendapatan asli daerah yg sah .
B. B. Dana perimbangan
C. C. Pinjaman daerah
D. D. Lain-lain pendapatan daerah yg sah .
UU No.25 tahun 1999bagian ke tiga , pasal 6 yg menyatakan bahwa banyak perimbangan terdiri dari :
a. A.Bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bagunan , biaya perolehan hak atas tahan dan bangunan , dan penerimaan dari sumber daya alam
b. B.Dana lokasi umum
c. C.Dana lokasi khusus .